Sumsel.Goutara.com, DOMPU – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Dompu menyampaikan Pernyataan dan mengecam langkah arogansi yang diambil Kepolisian Resor (Polres) Bima dalam menetapkan enam mahasiswa sebagai tersangka pasca aksi demonstrasi menuntut pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Pulau Sumbawa.
Ketua PC PMII DOMPU, Ambri Abial, menilai bahwa tindakan tersebut tidak hanya mencederai semangat demokrasi, tetapi juga menunjukkan tindakan represif sebagai implementasi hukum yang tidak adil serta tidak mempertimbangkan konteks serta substansi aspirasi yang disampaikan oleh para mahasiswa.
“Gerakan mahasiswa Yang bisa Disampaikan Lewat Demonstrasi bukan ancaman, tetapi pilar penting mendukung Dan Mendorong dalam mengawal demokrasi,” demi Mastikan Hak Kebebasan Sebagai Warga Negara tegas Ambri Abial dalam pernyataan Sabtu (31/5/ 2025).
Enam mahasiswa yang Kemudian Saat ini berstatus tersangka merupakan bagian dari aliansi Cipayung Bima, terdiri dari tiga kader PMII, dua kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan satu kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Terkait Aksi yang mereka lakukan, 28 mei 2025 Nyaut Ambri Abial, merupakan bentuk Partisipatif ikut andil dalam menyuarakan keadilan pembangunan dan pemekaran wilayah di Pulau Sumbawa.
Polres Bima menetapkan para mahasiswa tersebut dengan dasar Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama, serta Pasal 212 KUHP tentang perlawanan terhadap aparat. Namun, menurut PC PMII DOMPU penerapan pasal tersebut terkesan terburu buru yang kemudian tidak mempertimbangkan antara Hak dan Kewajiban sebagai Mahasiswa dalam menyuarakan aspirasi, dan tidak melalui kajian hukum yang komprehensif.
“Penetapan tersangka tanpa memperhatikan pedoman sebagai APH terhadap massa aksi sangat tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan secara menyeluruh unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang disyaratkan dalam KUHP,” jika kebebasan dalam menyuarakan keadilan di setiap kebijakan kebijakan yang sifat public mulai di intimidasi bahkan kriminalisasi. Sehingga kesewenang wenangan kekuasan para pemangku kebijakan berpotensi bertolak belakang dengan nilai demokrasi,” Ungkap Nyaut Ambri Abial.
Lebih lanjut, PC PMII Dompu menegaskan bahwa aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa adalah bentuk dari kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi, yakni Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Kriminalisasi terhadap aktivis mahasiswa bukan saja mencederai semangat demokrasi, tetapi juga menunjukkan lemahnya komitmen aparat dalam menjunjung hak asasi warga negara,” tambahnya.
Sebagai respons, PC PMII Dompu menyatakan sikap resmi Atas Tindakan Represif Serta Arogansi dalam penanganan Hukum sebagai berikut:
1. Meminta Kapolda NTB untuk memanggil dan mengevaluasi Kapolres Bima atas keputusan tergesa-gesa menetapkan mahasiswa sebagai tersangka tanpa kajian hukum yang memadai.
2. Menilai pasal-pasal yang digunakan dalam penetapan tersangka bersifat multitafsir dan rentan digunakan sebagai alat pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat.
3. Mendesak Polres Bima untuk mengkaji ulang keputusan hukum tersebut dalan menempuh proses yang adil. Dan transparan, serta menjunjung prinsip-prinsip demokrasi.
4. Mendesak KAPOLDA NTB untuk segera Mengidentifikasi Oknum oknum polres Bima yang melakukan Tindakan represif terhadap masa Aksi
5. Mengajak seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat sipil untuk bersolidaritas dan menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa. (Rilis)